فَوَاجِبُ لَهُ الْوُجُوْدُ وَالْقِدَمْ كَذَا بَقَاءُ لاَ يُشَابُ بِالْعَـدَمْ
وَأَنَّهُ لِمَـا يَنَـالُ الْعَـدَمُ مُخَالِفٌ بُرْهَانُ هَذَا الْقِـدَمُ
"Maka sifat yang wajib bagi Allah, adalah wujud, qidam, baqâ yang tidak berkesudahan dan mukhâlafah lil hawâdith (berlainan dengan tiap-tiap sesuatu yang bersifat dengan ‘adam). Dalil untuk ini adalah dalil qidam".
Sifat-sifat yang wajib ada pada Allah ada 20 (dua puluh), namun dalam bait ini menyebutkan 4 (empat) sifat.
1. Wujud (ada).
Wujud artinya ada, dan wajib menyakini dengan sesungguhnya bahwa Allah itu ADA, tidak boleh tidak ada, karena akal tidak dapat menerima bahwa Allah itu TIDAK ADA.
Wujud (ada) adalah satu sifat yang sangat sulit untuk dipahami, karena meskipun kita mengakui bahwa diri (zat) itu ADA, akan tetapi sangat sulit untuk membedakan antara ZAT dengan ADA sehingga berkopetensi ZAT adalah ADA, ADA adalah ZAT, dalam artian tidak ada perbedaan antara ZAT dengan ADA, dan mungkin juga bahwa ZAT bukan ADA, ADA bukan ZAT, akan tetapi ADA adalah suatu sifat yang bersarang dan bertempat pada ZAT dan ZAT adalah suatu tempat untuk diposisika ADA. Ini tidak ada bedanya, baik ADA (wujud) yang terdapat pada Allah maupun yang terdapat pada mahkluk (hawadits). Oleh karena demikian timbullah beragam pendapat dikalangan filosof tentang makna WUJUD. Di antaranya:
Menurut Imam Al asy’ariy bahwa, WUJUD adalah diri zat (‘ainu zat), bukan sifat, karena zat bukan sifat dan sifat bukan zat, maka WUJUD adalah bukan sifat yang berbeda dan selain dari diri zat (laisa bi zaizi ‘alaiha), akan tetapi WUJUD adalah zat dan zat adalah WUJUD, maka WUJUD dan ZAT merupakan dua kata yang bersamaan artinya (taraduf). DIRI (‘ain) dalam bahasa arab disebut dengan nafs, maka karena WUJUD bermakna diri zat sebagaimana terjemahan dari nafsu, sehigga WUJUD tersebut di dikatakan dengan sifat nafsiyah yang dihubungkan (nisbah) kepada kalimat nafs. Maka berdasar pendapat ini, mengatagorikan WUJUD sebagai sifat adalah majaz (kiasan).
Menurut Imam Fakhrur Raziy, bahwa WUJUD adalah sifat stubutiyah, beliau mendefinisikan
الحال الواجب للذات ما دمامت الذات غير معللة بعلة
“Satu keadaan yang wajib dan mesti ada pada zat, ada keadaan tersebut tidak dikarenakan dengan sesuatu karena” .
Perbedaan antara sifat stubutiyah dengan sifat maujudat, kalau stubutiyah berada antara ada dan tidak, sifat itu ada tetapi tidak dapat dilihat yang tingkatan wujudnya berada pada kharijil az azhan tidak ada pada kharijil a’yan, untuk sifat ini dalam bahasa arab sering diibarat dengan sabit bizzat, akan tetapi kalau sifat mawjudat diibarat dengan qaimah biz zat, yaitu nyata, bisa diraba dan dapat dilihat walau harus dibuka hijab terlebih dahulu.
Wujud dasar pendapat ini termasuk kedalam sifat bukan diri zat (‘ainuz zat), sifat yang dimaksudkan disini adalah sifat hal atau stubutiyah yang berada antara ada dan tidak, sifat tersebut ada akan tetapi tidak dapat dilihat karena posisinya tidak berada pada kharijil a’yan
Sifat hal wujud berbeda dengan sifat hal pada ma’nawiyah, karena wujud Allah tidak didahului dengan sebab, ilat dan tidak ada zat lain yang menciptakannya akan tetapi Allah ada dengan sendirinya, dalam istilah Tauhid disebut dengan Wujud zatiy, sifat ma’nawiyah wujudnya dengan ada sifat ma’aniy seperti Qadirun dengan sebab ada Qudrah, Muridun dengan ada Iradah dan seterusnya.
Imam Al-asy’ariy dan Imam Fakhrur Raziy berbeda tentang pengertian wujud namun keduanya sepakat bahwa Allah itu ada , kita tidak wajib mendalami makna hakikat wujud karena tidak mengerti hakikat wujud tidak dapat merusakkan aqidah yang terpenting menyakini bahwa Allah itu ada, tidak boleh dengan tidak ada karena demikian sehingga keduanya masih digolongkan kedalam aqidah ahlus sunnah waljamaah.
2. Qidam (sedia)
Dalam Ummul Barahin Imam Sanusy mendefinisikan Qidam dengan 3 (tiga) bahasa, hal 76
عبارة عن سلب العدم السابق على الوجود
Qidam adalah kata lain dari pada menafikan Tiada yang mendahului Ada.
عبارة عن عدم الاولية للوجود
Qidam adalah dari pada tiada awal wujud
عبارة عن عدم افتتاح الوجود
Qidam adalah singkatan dari pada tiada permulaan wujud
Ketiga macam defenisi Qidam tersebut mempunyai maksud yang sama yaitu menyatakan bahwa wujud Allah tidak diawali oleh tidak ada yang kemudian baru ada, dengan kata lain tiada satu saatpun yang telah lewat yang tidak ada Allah, Allah senantiasa ada dari dahulu sampai sekarang, dengan tidak didahului oleh proses penciptaan. Hal ini berbeda dengan alam, alam diciptakan dari ketiadaan, pertama tidak ada sama sekali, kemudian diciptakan oleh Allah maka ia ada, muncul alam tersebut setelah tidak ada, ada masa-masa yang telah lewat yang kosong dari pada alam kemudian alam tersebut ada, sebagaimana yang ada pada diri kita sendiri, kita tidak ada sebelum kita dilahirkan dan kemudian secara tiba-tiba kita muncul di muka bumi. Justru karena sifat alam seperti demikian sehingga di sebut baharu, baharu tersebut mustahil pada Allah.
Qidam merupakan sifat yang pertama dari sifat salbiyah, yaitu sifat yang menafikan hal-hal yang tidak layak dengan Allah, menafikan baharu pada Allah.
Wujud Allah tidak terkait dengan zaman, sebab zaman itu ciptaan Allah, sebelum wujud zaman, Allah telah wujud . Wujud Allah tidak terkait dengan tempat, artinya wujud Allah tidak berada dalam tempat, sebab Allah tidak berada dalam tempat dan tidak berada dalam zaman
3. Baqâ (kekal)
Sifat yang ketiga yang mesti ada pada Allah dan wajib untuk mengimaninya adalah baqa (kekal), lawannya fana (lenyab, hilang dan sirna)
Dalam Ummul Barahin Imam Sanusy mendefinisikan baqa dengan 2 (dua) bahasa, hal, 79
عبارة عن سلب العدم اللاحق الوجود
Kata ganti dari pada menafikan tiada yang dihinggapi pada zat Allah
عبارة عن العدم الأخرية لوجود
Kata ganti dari pada kata-kata tiada akhir tengtang wujud Allah
Kedua kalam tersebut merupakan definisi dari baqa yang mempunyai arti yang sama, yaitu menyatakan wujud Allah tidak dihinggapi oleh tiada, zat Allah tetap ada selama-lamanya, tidak pernah hilang, tidak pernah lenyab, tidak pernah sirna dan tidak pernah berubah, akan tetapi zat Allah tetap ada sebagaimana wujudnya.
Sifat Baqa ini tidak berdiri pada zat Allah, akan tetapi sifat ini berfungsi untuk menafikan mati, lenyab dan sirna pada zat Allah sehingga sifat ini digolongkan kedalam sifat salbiyah, yang kekal pada Allah bukan hanya Zat, akan tetapi sifa-sifatNya juga kekal, maka kalau zat Allah qidam dan baqa, maka semua sifat-sifat Allah juga qidam dan baqa .
Kalau kita telah menyakini bahwa Allah bersifat dengan baqa (kekal), berarti kita membantah dan menolak semua bentuk fana (sirna) yang mustahil datang terhadap Allah, fana, hilang dan lenyap ada dua bentuk:
- Fana mahdhan yaitu hilang sama sekali pada pandangan mata, seperti api yang menyala, apabila dimatikan, maka api itu hilang dan lenyab pada pandangan mata.
- Fana Tabdil yaitu hilang dengan sebab berubah kepada sifat yang lain, memang sifat pertama tidak ada lagi, akan tetapi ia berganti ke jenis lain seperti Padi berganti menjadi Beras, beras berganti menjadi Nasi, lalu berganti menjadi Tape dan hingga seterusnya .
Dalam kitab Ma’rifat, Abu Kemala( ulama asal aceh ) membagikan wujud kepada 4 (empat) macam.
- Wujud (Ada) pada permulaan, Ada pada pertengahan dan Ada pada akhir kesudahan (Ada selama-lamanya, dan tidak pernah tidak ada, yaitu wujud Allah)
- Tidak ada pada permulaan, Ada pada pertengahan, kemudian tidak ada pada akhir kesudahan (ada sementara, yaitu wujudnya Alam semesta ini )
- Tidak ada pada permulaan, akan tetapi setelah dijadikan maka ia ada, lalu ditetapkan selama-lamanya yaitu seperti Syurga, Neraka dan sebagainya.
- Tidak ada pada permulaan, tidak ada pada pertengahan, dan tidak ada pada akhir kesudahan, (tidak ada selama-lamanya) yaitu barang-barang yang mustahil seperti anak tuhan dan tuhan lain selain Allah.
Zat yang kekal tidak pernah lenyab hanya Allah, yang lain dariNya hidup hanya sementara, semuanya akan sirna ketika datang janji, sebagimana firmanNya
كل شيئ هالك إلا وجهه
Tiap-tiap sesuatu akan binasa kecuali zat Allah
Kita hidup di dunia sifatnya hanya sementara, semuanya akan mati, di hari kelak akan dihidupkan kembali dan akan disidangkan satu persatu oleh hakim yang sangat adil yaitu Allah, bagi yang baik amalannya akan ditempatkan dalam Syurga dan bagi yang buruk amalnya akan di tempatka di dalam Neraka. Hidup pada hari itu akan tetap, tidak akan mati lagi, dan sebenarnya inilah hakikat hidup dan hakikat masa depan yang perlu kita persiapkan bekal terlebih dahulu, alangkah herannya seorang manusia yang mau bersusah payah pada waktu muda supaya hidup senang di usia tua,tetapi ia tidak mau bersusah payah demi hari yang kekal kehidupan yaitu akhirat.
4. Mukhalafatuhu lil hawadits ( berbeda Allah dengan sekalian makhluk ).
Sifat yang keempat yang wajib bagi Allah adalah Mukhâlafat lil Hawâdith artinya berlainan Allah dengan sekalian yang baharu, Imam Sanusiy memberi definisi dengan:
لا يماثله تعالى شيئ منها مطلقا لا فى الذات ولا فى الصفات ولا فى الأفعال
“ Allah tidak bersamaan dengan sesuatu apapun (pada zat, sifat dan perbuatan)”.
Hakikat zat Allah tidak ada seorangpun yang mengetahuinya, akan tetapi terhadap mukallaf sudah sah imannya dengan beriktiqad bahwa Allah itu berbeda dengan Alam dan Alam berbeda dengan Allah, antara Allah dengan Alam merupakan dua perkara yang berlawanan, sehingga jika ada pertanyaan tentang pengertian Alam, jawabannya boleh dan benar dengan kata-kata al alam huwa ma siwa Allah (alam adalah yang bukan Allah), maka karena demikian, untuk mengetahui ketidaksamaan Allah dengan alam penting terlebih dahulu mengenal tanda-tanda alam karena dengan sebab telah mengerti tanda-tanda tersebut, maka akan mengetahui bahwa yang selain itu adalah Allah sebagaimana dalam satu qaidah.
فكل ما تصورته فهو ليس بالله
“Apa saja yang terbayang dalam zihin kamu tentang alam, maka yang terbayang itu adalah bukan Allah”.
Ada beberapa hal yang berkaitan dengan alam :
- Jirim, sesuatu benda yang mengisi lapang (udara) berukuran menurut besar dan kecilnya benda tersebut seperti batu, sebutir beras, sebiji tupung dan setitik bedak.
- Jisim, yaitu sesuatu benda yang tersusun dari dua jauhar farad (melekul) sehingga jadi satu, andai kata mau dibagi dua, bisa dan mungkin dibagi.
- Jauhar farad, yaitu sesuatu benda yang tidak dapat dibagikan lagi karena sudah terlampau halus, kalaupun mau dibagi akan hilang dan lenyab, seperti sebiji beras dibagi dua, diambil satu lalu dibagi dua lagi, diambil satu lalu dibagi dua lagi, diambil, dan dibagi, diambil dan dibagi dan terus dibagi, jika sudah sampai kepada semaca pecahan yang tidak mungkin lagi dibagi, kalupun mau dibagi habislah ia, itulah yang disebut dengan jauhar farad.
- 'A’radh, yaitu sesuatu sifat yang datang lalu menghilang seperti bergerak, tetap, berbalik-balik, berputar-putar dan lain sebagainya
- Sifat yaitu sesuatu sifat dasar yang tetap seperti putih, hitam, manis, asam, pendek, panjang dan lain-lain.
Itulah Pengertian Wujud, Qidam, Baqa Dan Mukhalafatuhu Lil Hawadits Bagi Allah, semoga sedikit tulisan ini dapat membantu Anda dalam mempelajari ilmu tauhid dari kitab mu'tabarah dari ulama barakah. Amin.
0 komentar:
Post a Comment