Berita Dunia Islami Masa Kini Update Selalu

Thursday 18 September 2014

Biografi Imam Al-Bukhari

                            Biografi Imam Al-Bukhari (194–256 H / 810-870M)



Biografi Imam Al-Bukhari
Nama Imam Al-Bukhari tidak asing lagi bagi kita, sejak kita mengenal urusan pasti nama ulama yang satu ini sudah sering terdengar, baik itu dari mulut orang tua maupun dari guru-guru SD ketika kita diajarkan hadits. Ya,  Imam Al-Bukhari memang bukan ulama sembarangan, dialah rajanya Hadist Shahih. Bagaimana biografi dari Ulama yang sangat war'a ini ?

A. Riwayat  Imam Al-Bukhari

Nama lengkap Imam Al-Bukhari adalah Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn Mughirah ibn Bardizbah Al-Ju’fi Al-Bukhari. Ju’fi adalah nama suatu daerah di negeri yaman, di mana kakek Imam Al-Bukhari, Mighirah ibn Bardizbah adalah seorang majusi yang kemudian menyatakan keislamannya di hadapan wali kota yang bernama al-Yaman ibn Ahnas Al-Ju’fi, yang karena itulah kemudian beliau dinasabkan dengan Al-ju’fi atas dasar wala’ al-Islam. Adapun mengenai kakeknya, Ibrahim bin al-Mughirah, Ibnu Hajar al-‘Asqalani mengatakan, “Kami tidak mengetahui (menemukan) sedikit pun tentang kabar beritanya. ”Tentang ayahnya Imam Al-Bukhati, Ismail bin Ibrahim, Ibnu Hibban telah menuliskan tarjamah (biografi)-nya dalam kitabnya ats-Tsiqat (orang-orang yang tsiqah/terpercaya) dan beliau mengatakan, “Ismail bin Ibrahim, ayahnya al-Bukhari, mengambil riwayat (hadits) dari Hammad bin Zaid dan Malik. Dan riwayat Ismail diambil oleh ulama-ulama Irak.” Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani juga telah menyebutkan riwayat hidup ismail ini di dalam Tahdzibut Tahdzib. Ismail bin Ibrahim wafat ketika Imam al-Bukhari masih kecil.

Imam Al-Bukhari adalah ulama hadits yang sangat masyhur, beliau kelahiran Bukhara suatu kota di Uzbekistan, wilayah Uni Sovyet, yang merupakan simpang jalan antara Rusia, Persia, Hindia dan Tiongkok. Beliau di lahirkan setelah shalat Jum’at, tanggal 13 Syawal 194 H atau 21 Juli 810 M. Beliau dibesarkan dalam suasana rumah tangga yang ilmiah, tenang, suci dan bersih dari barang-barang haram. Ayahnya, Ismail bin Ibrahim, ketika wafat seperti yang diceritakan oleh Muhammad bin Abi Hatim, juru tulis al-Bukhari, bahwa aku pernah mendengar Muhammad bin Kharasy mengatakan, “Aku mendengar bahwa Ahid Hafs berkata, “Aku masuk menjenguk Ismail, bapaknya Abu Abdillah (al-Bukhari) ketika beliau menjelang wafat, beliau berkata, “Aku tidak mengenal dari hartaku barang satu dirham pun yang haram dan tidak pula satu dirham pun yang syubhat.”

Pada waktu masih kanak-kanak Imam Al-Bukhari sudah hapal Tujuh Puluh Ribu (70.000) hadits di luar kepala. Dan bahkan dengan hanya melihat kitab saja, beliau langsung hapal seluruh isi kitab tersebut, masaALLAH. Sejak umur kurang lebih 10 tahun, beliau sudah hapal hadits dan menulisnya dengan banyak guru. Berikut ini adalah pengakuannya “Aku telah menulis hadits tidak kurang dari 1080 orang ahli hadits/guru”, menurutnya Iman itu adalah ucapan dan tindakan yang bisa bertambah dan juga bisa berkurang (di kutif dari syarah Asy Syabarkhaiti ala al-Arba’in al-Nawawiyah). Ketika beliau berusia 14 tahun, beliau sudah berhasil menampilkan kitab shahih yang berisikan Enam Puluh Ribu (60.000) hadits. Setelah selesai menulis sebuah hadits, beliau akan mandi kemudian sembahyang sebanyak dua rakaat. Pada usia 16 tahun, Imam Al-Bukhari telah berhasil menghafal beberapa buah buku tokoh ulama yang prominen, seperti Ibnu Mubarok, Waki’ dan lain-lain. Beliau juga telah memperoleh hadits dari beberapa huffadh, antara lain Maky ibn Ibrahim, ‘Abdullah ibn ‘Usman Al-Marwazy’, ‘Abdullah ibn Musa Al-‘Abbasy, Abu ‘Ashim Al-Saibany dan Muhammad ibn ‘Abdullah Al-Ashari. Sedangkan ulama besar yang pernah mengambil hadits dari beliau, antara lain Imam Muslim, Abu Zur’ah, Al-Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah dan Al-Nasa’i.

Baliau merantau ke negeri Syam, Mesir Jazirah sampai dua kali, ke Basrah empat kali, ke Hijaz bermukim enam tahun dan pergi ke Baghdad bersama-sama para ahli hadits yang lain sampai delapan kali. Imam Al-Bukhari telah menuntut ilmu kepada ahli-ahli hadits yang popular pada masa itu, di berbagai Negara, yaitu Hijaz, Syam, Mesir dan Irak.

Imam Al-Bukhari meninggal dunia pada malam Selasa tahun 255 H, dalam usia 62 tahun kurang 13 hari, dengan tidak meninggalkan seorang anak pun (menurut Prof. Dr. Muhammad Alawi Al-Maliki, dalam bukunya Ilmu Ushul Hadits). Sedangkan ada pendapat lain yang menerangkan bahwa Imam Al-Bukhari meninggal dunia pada hari Jum’at malam Sabtu setelah sembahyang Isya’, bertepatan pada malam ‘Idul Fitri 1 Syawal 256 H atau 31 Agustus 870 M. Dan kemudian beliau dikebumikan sehabis sembahyang Dhuhur pada hari Sabtu, di Khirtank, suatu kampung tidak jauh dari samarkan (menurut Drs. Munzier Suparto, M.A, dalam bukunya Ilmu Hadits).

B. Sekelumit Cerita Tentang Imam Al-Bukhari

Pada suatu hari, ketika Imam Al-Bukhari pergi ke Baghdad, para ulama hadits di Baghdad bersepakat untuk menguji ulama muda yang mulai menanjak namanya. Mereka terdiri dari 10 orang ahli hadits yang masing-masing akan mengutarakan 10 hadits yang susunan sanad dan matannya telah ditukar-tukar untuk diujikan kepada beliau. Imam Al-Bukhari diundang pada suatu pertemuan umum yang dihadiri juga oleh Muhadditsin dari dalam dan luar kota. Bahkan di undang pula ulama dari Khurasan. Satu demi satu dari 10 ulama ahli hadits mengemukakan hadits yang mereka persiapkan. Jawaban beliau terhadap setiap hadits yang dikemukakan mulai dari penanya pertama sampai kepada penanya terakhir adalah “Saya tidak mengetahuinya”. Mereka yang merencanakan pengujian itu, mengambil kesan bahwa hafalan dan pengetahuan Imam Al-Bukhari tentang hadits minim dan lmah serta jelek sekali.

Setelah semua selesai membacakannya, kemudian Imam Al-Bukhari menerangkan dan membetulkannya, dan kemudian mengembalikan sanad-sanad yang sudah di acak itu sesuai dengan matan awal. Para ulama yang hadir tercengang dan terpaksa harus mengakui kepandaian, ketelitian dan hafalannya dalam ilmu hadits.

Terusirnya Imam Al-Bukhari Dari Bukhara

Ghonjar mengatakan dalam kitab Tarikhnya, “Aku mendengar Ahmad bin Muhammad bin Umar berkata, “Aku mendengar Bakar bin Munir mengatakan, “Amir Khalid bin Ahmad Adz-Dzuhail, amir penguasa Bukhara, mengirim utusan kepada Muhammad bin Ismail, yang isinya, “Bawalah padaku kitab Jaami’ush Shahih dan at-Tarikh supaya aku bisa mendengar dari kamu.” Maka, berkatalah al-Bukhari kepada utusan tersebut, “Katakanlah kepadanya bahwa sesungguhnya aku tidak akan merendahkan ilmu dan aku tidak akan membawa ilmuku itu ke hadapan pintu para sultan. Apabila dia butuh (jika ilmu itu dikehendaki), maka hendaknya dia datang kepadaku di masjidku atau di rumahku. Kalau hal ini tidak menyenangkan wahai sultan, maka laranglah aku untuk mengadakan majlis ilmu, supaya pada hari kiamat aku punya alasan di hadapan Allah bahwa aku tidak menyembunyikan ilmu.” Ghonjar mengatakan, “Inilah yang menyebabkan terjadinya krisis di antara keduanya.”

Al-Hakim berkata, “Aku mendengar Muhammad bin al-‘Abbas adh-Dhobby mengatakan, “Aku mendengar Abu Bakar bin Abu Amr berkata, “Perginya Abu Abdillah al-Bukhari dari negeri Bukhara disebabkan Khalid bin Ahmad Khalifah bin Thahir meminta beliau untuk hadir di rumahnya supaya membacakan kitab at-Tarikh dan al-Jaami’ush Shahih kepada anak-anaknya, tapi beliau menolak. Beliau katakan, “Aku tidak mempunyai waktu jika hanya orang-orang khusus yang mendengarkannya (mendengarkan ilmuku). Maka Khalid bin Ahmad meminta tolong kepada Harits bin Abi al-Warqa` dan lainnya dari penduduk Bukhara untuk bicara mempermasalahkan madzhabnya. Akhirnya Khalid bin Ahmad mengusir beliau dari Bukhara.
Demikianlah sekelumit cerita tentang Imam Al-Bukhari, beliau juga pernah difitnah sebagai orang yang mengatakan, bahwa bacaanku terhadap al-Qur’an adalah makhluk. Padahal beliau tidak mengatakan demikian dan bahkan secara tegas beliau membantah bahwa orang yang membawa berita tersebut adalah pendusta. Beliau bahkan mengatakan, “Bahwa al-Qur’an adalah kalamullah bukan makhluk, sedangkan perbuatan-perbuatan hamba adalah makhluk.” (Hadyu as-Sari Muqadimah Fathul Bari bagian akhir halaman 490-491).

C. Karya-Karya Imam Al-Bukhari

  1. Al-Jami’ Al-Musnad Al-Shahih Al-Mukhtashr min Umur Rasulillah wa Sunanih wa Ayyamihi atau bisa disebut juga “Shahih Al-Bukhari”. Kitab ini berisikan hadits-hadits shahih semuanya, ujarnya : “Saya tidak memasukan dalam kitabku ini, kecuali shahih semuanya”. Jumlah hadits yang ditulis dalam kitab ini ada yang mu’allaq dan muttabi’. Yang mu’alaq sejumlah 1341 buah, dan yang muttabi’ sebanyak 384 buah (ini khilaf), jadi seluruhnya berjumlah 8122 buah, di luar yang maqthu’ dan mauquf. Sedang jumlah yang tulen saja, yakni tanpa berulang, tanpa mu’alaq dan muttabi’ 2513 buah. Menurut jumhur ulama ahli hadits, kitab Al-Jami’ merupakan kitab hadits yang paling shahih setelah Al-Qur’an.
  2. Qadhaya Al-Shahabah wa Al-Tabi’in. Kitab ini dikarang ketika berusia 18 tahun, dan sekarang tidak ada kabar berita tentang kitab tersebut.
  3. Al-Tharikhu Al-Kabir (8 jilid) telah tiga kali terbit dan tiga kali direvisi.4. Al-Tharikhu Al-Ausath
  4. Al-‘Adabu Al-Munfarid
  5. Birru Al-Walidain
  6. Karya lainnya adalah Qira’at Khalf Al-Imam, Al-Tafsir Al-Kabir, Al-Musnad Al-Kabir, Al-Adab Al-Mufrad, Raf’ Al-Yadain, Al-Dhu’afa, Al-Jami’ Al-Kabir, Al-Asyribah.
D. Kekaguman para Ulama Tentang Keshahihan Imam Al-Bukhari

Kitab shahih Al-Bukhari telah memperoleh penghargaan tinggi dari para ulama. Terhadap kitabnya, mereka telah memberikan pernyataan, bahwa shahih All-Bukharu adalah satu-satunya kitab yang paling shahuh sesudah Al-Qur’an. Contoh Kekaguman Orang terhadap Al-Imam al-Bukhari rahimahullah, merupakan barometer bagi guru-gurunya dan manusia yang tahu dan hidup pada zamannya maupun sesudahnya. al-Imam al-Hafizh adz Dzahabi dan al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani telah menyebutkan secara khusus tentang pujian dan jasa-jasa beliau dalam kitabnya masing-masing. Adz-Dzahabi dalam Tadzkiratul huffaazh dan Ibnu Hajar dalam Tahdzibut Tahdzib.

Ini diantara beberapa pujian dan kekaguman para ulama.

Muhammad bin Abi Hatim mengatakan, bahwa aku mendengar Yahya bin Ja’far al-Baikundi berkata, “Seandainya aku mampu menambahkan umur Muhammad bin Ismail (al-Bukhari) dengan umurku, niscaya aku lakukan sebab kematianku hanyalah kematian seorang sedangkan kematiannya berarti lenyapnya ilmu.” Raja’ bin Raja’ mengatakan, “Dia, yakni al-Bukhari, merupakan satu ayat di antara ayat-ayat Allah yang berjalan di atas permukaan bumi.” Abu Abdullah al-Hakim dalam Tarikh Naisabur berkata, “Dia adalah Imam Ahlul hadits, tidak ada seorang pun di antara Ahlul Naql yang mengingkarinya.”

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Biografi Imam Al-Bukhari

0 komentar:

Post a Comment